Oleh Suharjo Djais
Dulu saat saya masih tinggal di Jakarta, salah satu rutinitas yang selalu saya lakukan sebelum memulai perjalanan adalah cek google map untuk mencari tahu titik mana saja yang harus saya hindari agar tidak terjebak macet, maklum kemacetan Jakarta itu sudah menjadi legenda bagi yang pernah mengalaminya. Sering kali pula saya memutuskan untuk mengambil rute yang lebih jauh hanya untuk menghindari macet dan lucunya selama melakukan hal itu sebetulnya saya juga ga selalu lepas dari macet, malah terkadang rute yang saya pikir tidak akan macet malah lebih macet dari rute yang berusaha saya hindari sebelumnya.
Dalam perjalanan kehidupan kita sebagai manusia, sebetulnya tidak jauh beda dengan rutinitas yang kita jalanin setiap hari. Setiap pagi setelah kita bangun tidur dan berdoa, kita akan dihadapkan pada “rute-rute” kehidupan yang harus kita pilih dan lalui. Keputusan rute mana yang kita akan ambil dalam kehidupan kita setiap hari pun sama hal nya dengan keputusan rute jalan mana yang ingin saya pilih untuk menghindari kemacetan, tentunya dalam hal ini kita akan selalu berusaha untuk memilih rute kehidupan yang membuat kita terhindar dari kesusahan dan kesulitan hidup bahkan maut. Akan tetapi apakah kita yakin rute kehidupan yang kita pilih itu betul-betul akan membuat kita terhindar dari kesulitan dan maut?
Saya sendiri selalu berusaha membawa pilihan rute kehidupan saya dalam doa dan memasrahkan diri saya kepada Dia, semua itu karena saya bersandar dan memilih Tuhan sebagai Gembala keluarga kami. Tidak peduli apakah Sang Gembala membawa kami melewati rute biasa nan cerah ceria atau rute yang memiliki banyak tantangan dan perih pedih, saya selalu berusaha meyakini bahwa Dia pasti menuntun kami di jalan yang paling benar dan paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhan kami. Rute mana pun pilihan Tuhan, itu pastilah rute terbaik bagi kami menuju tujuan yang ingin kami capai. Jika rute tersebut penuh dengan keceriaan, kami bersyukur karena diberikan kemudahan, sebaliknya jika rute tersebut penuh dengan tantangan kami pun bersyukur karena diberikan kesempatan untuk menempa dan menyiapkan diri kami terutama secara rohani, saat kami benar-benar mendapatkan apa yang ingin kami capai. Dan hal itu sudah terjadi berulang kali, termasuk perjalanan jatuh bangun kami sampai ke benua Kangguru yang penuh dengan mukjizat dan kehadiran Tuhan.
Dari pengalaman yang sudah saya alami itu saya menyadari satu hal, jika setiap kita yang hendak menjadikan Tuhan sebagai Gembala Kehidupan, kita harus mau taat pada instruksi-instruksi-Nya. Ketika Tuhan berkata “lewat”, kita harus lewat. Sebaliknya, apabila Tuhan tidak mengizinkan kita lewat, kita tidak boleh menerobos masuk. Sekalipun awalnya kita mungkin tidak mengerti maksud Tuhan, percayalah bahwa rute-rute pilihan-Nya selalu yang terbaik. Dan kami terutama saya masih terus belajar untuk taat dan mengendalikan sisi manusia kami yang masih sering terlampau kuat dan masih sering harus diingatkan oleh ayat berikut ini saat kami sedang merasa kecewa dan mempertanyakan Dia dalam perjalanan kami melalui rute yang ditunjukan-Nya kepada kami karena satu dan lain hal.
“Ia menuntun aku di jalan yang benar, oleh karena nama-Nya. (Mazmur 23:3)”