DEKAP DAKU YA BAPA : Pada malam hingga senja di ambang rapuh, tentang perjalanan Anak Manusia

Sebagai paroki etnik, KKI Melbourne beroperasi di berbagai daerah untuk mencakup kondisi geografis domisili umat yang cukup besar di 'Greater Melbourne area'. Halaman ini digunakan untuk memberikan lokasi dan waktu perayaan Ekaristi berbahasa Indonesia.

Oleh Fr. Andy Fani, SVD

Masih terasa sampai di sini
Peluh-Ku bercucuran
Detak malam pun sesaat berhenti
Sewaktu bergulat 
	Bapa......
	Sekiranya Aku masih boleh meminta
	Sebelum hari tahu ke mana Aku tiba
	“Ambillah cawan ini dari pada-Ku
	Namun bukanlah kehendak-Ku
	Kehendak-Mu terjadi”
Kelam mencekam
Pekat ditelan kabut
Di luar, hari-Mu tahu
Jalan ini jalan duka
Langkah selanjutnya
Peluh dan Darah
Menapak di segala jejak
	Aku tertatih
	Diseret letih
	Di antara sayatan perih
Tubuhku terperosok di jalanan berbadai
Jejak langkah setapak 
Membekas darah
Hingga terkapar tak berdaya
	Bapa.....
	Adakah Dikau iringi Daku 
	Menyingkap kabut di perjalanan?  
TubuhKu pedih
Terpelanting pada jalanan berbatu 
Juga perih
Terentang pada jalanan berduri
Dengan tatapan belati para prajurit
Serentak  berteriak penuh nafsu
“Salibkan Dia, Salibkan Dia!”
	Ah......
	Aku hanya serbuk hina yang diterbangkan manusia dunia
	“Wahai manusia dunia
	Pantaskah Aku mengulur rasa hina itu?” 
Perjalanan-Ku terbungkam selimut gelisah
Dan Engkau bagai embun yang dikerontangkan mentari
Aku berteriak pada-Mu
Namun hanya dengung yang merambati celah telinga-Ku
Mungkinkah tentang-Ku hanyalah cerita kemewahan
Yang dikikis habis amukan dunia?
	Waktu membelit
	Aku sakit
	Peluh dan darah bercucuran
	Sedang para prajurit mencibir getir serentak mengumandang amukan
	Sementara daun-daun zaitun menyanyikan kesedihan
Bapa.....
Adakah suara daun-daun zaitun
Mendesing menderu pada-Mu? 
Adakah melintas sepintas
Ombakkan suara jeritanku? 
	Senja di ambang rapuh, tak tersentuh
	Di ujung perjalanan
	Lelah-Ku di puncak akut
	Di genggam kuasa-Mu
	Kusandarkan jiwa-Ku yang semaput
	Antara gemuruh kilat dan halilintar
	“Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani
	AllahKu ya AllahKu, mengapa Aku Kau tinggalkan?”
Langit  membisu
Sedang rongga duka mengangakan nestapa semesta
Menggema merobek tirai senja
Membuka lidah keluh-Ku di kerongkongan waktu
“Aku haus”
	Ya Bapa.....
	Biarkan bahagia tersangkut di sini, satu detik saja!
	Bukan pinta, tapi pasrah.......
Aku terlentang memandang cakrawala	
Yang mendung berkabung
Adakah Engkau mencair di bawah pandangan-Ku?
	Aku mencoba menerka yang tersembunyi
	Di sudut hati dalam dera derita jiwa 
	Dan dalam dera gelora cinta
	Mengharap datangnya setetes embun
Aku lalu rebah dengan penuh sadar
“Selesai sudah”
Bapa.....
Dekaplah daku sepenuh dekap
Dalam satu helaan nafas di  keabadian
(Seminari San Domingo Hokeng, Maret 2014).

Tags:

Comments are closed

Latest Comments