Oleh Fr. Andy Fani, SVD
Masih terasa sampai di sini Peluh-Ku bercucuran Detak malam pun sesaat berhenti Sewaktu bergulat Bapa...... Sekiranya Aku masih boleh meminta Sebelum hari tahu ke mana Aku tiba “Ambillah cawan ini dari pada-Ku Namun bukanlah kehendak-Ku Kehendak-Mu terjadi” Kelam mencekam Pekat ditelan kabut Di luar, hari-Mu tahu Jalan ini jalan duka Langkah selanjutnya Peluh dan Darah Menapak di segala jejak Aku tertatih Diseret letih Di antara sayatan perih Tubuhku terperosok di jalanan berbadai Jejak langkah setapak Membekas darah Hingga terkapar tak berdaya Bapa..... Adakah Dikau iringi Daku Menyingkap kabut di perjalanan? TubuhKu pedih Terpelanting pada jalanan berbatu Juga perih Terentang pada jalanan berduri Dengan tatapan belati para prajurit Serentak berteriak penuh nafsu “Salibkan Dia, Salibkan Dia!” Ah...... Aku hanya serbuk hina yang diterbangkan manusia dunia “Wahai manusia dunia Pantaskah Aku mengulur rasa hina itu?” Perjalanan-Ku terbungkam selimut gelisah Dan Engkau bagai embun yang dikerontangkan mentari Aku berteriak pada-Mu Namun hanya dengung yang merambati celah telinga-Ku Mungkinkah tentang-Ku hanyalah cerita kemewahan Yang dikikis habis amukan dunia? Waktu membelit Aku sakit Peluh dan darah bercucuran Sedang para prajurit mencibir getir serentak mengumandang amukan Sementara daun-daun zaitun menyanyikan kesedihan Bapa..... Adakah suara daun-daun zaitun Mendesing menderu pada-Mu? Adakah melintas sepintas Ombakkan suara jeritanku? Senja di ambang rapuh, tak tersentuh Di ujung perjalanan Lelah-Ku di puncak akut Di genggam kuasa-Mu Kusandarkan jiwa-Ku yang semaput Antara gemuruh kilat dan halilintar “Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani AllahKu ya AllahKu, mengapa Aku Kau tinggalkan?” Langit membisu Sedang rongga duka mengangakan nestapa semesta Menggema merobek tirai senja Membuka lidah keluh-Ku di kerongkongan waktu “Aku haus” Ya Bapa..... Biarkan bahagia tersangkut di sini, satu detik saja! Bukan pinta, tapi pasrah....... Aku terlentang memandang cakrawala Yang mendung berkabung Adakah Engkau mencair di bawah pandangan-Ku? Aku mencoba menerka yang tersembunyi Di sudut hati dalam dera derita jiwa Dan dalam dera gelora cinta Mengharap datangnya setetes embun Aku lalu rebah dengan penuh sadar “Selesai sudah” Bapa..... Dekaplah daku sepenuh dekap Dalam satu helaan nafas di keabadian (Seminari San Domingo Hokeng, Maret 2014).
Comments are closed