Kasih dan Benci

Sebagai paroki etnik, KKI Melbourne beroperasi di berbagai daerah untuk mencakup kondisi geografis domisili umat yang cukup besar di 'Greater Melbourne area'. Halaman ini digunakan untuk memberikan lokasi dan waktu perayaan Ekaristi berbahasa Indonesia.

Oleh Pastur Trinold Asa, SVD
Ditulis ulang oleh Petter Sandjaya

Markus 12: 31
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”

Cerita berikut ini saya tulis ulang berdasarkan kisah yang disampaikan oleh Pastur Trinold dalam kotbahnya hari minggu kemarin di St. Martin de Porres, Laverton. Selamat membaca, semoga terinspirasi.

Alkisah hiduplah 2 orang kakak beradik yang telah ditinggal mati oleh kedua orangtuanya, namun diwariskan harta yang cukup bagi mereka berdua untuk melanjutkan kehidupan. Kedua bersaudara tinggal bertetangga dan selama beberapa tahun hidup baik dan rukun. Namun pada suatu ketika, terjadilah konflik diantara mereka berdua sehingga menyebabkan keduanya menjadi bermusuhan dan membenci satu sama lain. Dimulai dari kesalah-pahaman yang sepele kemudian berlanjut pada perdebatan yang luar biasa besarnya. Dan beberapa minggu kemudian mereka sudah tidak lagi saling bicara, tutup mulut, berdiam diri, dan tidak mau lagi bertegur sapa.

Pada suatu kesempatan, datanglah seorang pria dengan perkakas tukang kayu di tasnya, mengetuk rumah sang kakak. Setelah pintu dibuka, sang pria bertanya: “Maaf tuan, saya sedang mencari pekerjaan. Apakah tuan mempunyai pekerjaan yang bisa saya selesaikan?” Dengan mantap, sang Kakak langsung menjawab: “Ya, ada! Saya punya pekerjaan untukmu! Kamu lihat ladang di seberang sungai itu? Itu adalah ladang dan rumah tetanggaku. Ah, tidak, sebetulnya dia adikku. Minggu lalu dia menutup bendungan dengan bulldozer, dan mengaliri airnya ke tengah ladang sehingga membelah ladang ini menjadi 2. Mungkin dia sengaja melakukannya untuk mengejekku. Tapi lihat saja, aku akan membalasnya dengan setimpal. Aku punya banyak kayu dan papan yang cukup panjang, tolong buatkan pagar yang tinggi untuk menutupi pandanganku pada rumahnya. Aku tidak mau melihatnya lagi dan berharap bisa melupakannya.” Sang pria setuju dan meminta sang Kakak untuk membelikan paku dan peralatan untuk menyelesaikan pekerjaannya itu.

Bergegaslah sang Kakak berangkat ke kota untuk membelikan paku dan persediaan yang diminta oleh sang pria agar pekerjaannya cepat diselesaikan dan kegusaran hatinya cepat hilang. Sesampainya di rumah, diberikannya semua yang diminta sang pria dan ditinggalkannya sendirian untuk mengerjakan pekerjaan yang ia minta.

Sepanjang hari dari pagi, sang pria bekerja keras mengukur, menggergaji, menggali tanah hingga memasang pasak. Dan tibalah suatu senja dimana pekerjaannya pun telah selesai, sang Kakak pergi keluar rumah untuk mengecek dan melihat hasil pekerjaan sang pria. Betapa terkejutnya sang Kakak bahwa tidak didapatinya sama sekali pagar yang tinggi seperti yang dia minta sebelumnya. Yang nampak di matanya hanyalah sebuah jembatan kayu yang kokoh untuk menyeberangi sungai yang memisahkan ladangnya dengan ladang adiknya.

Baru saja ketika sang Kakak ingin memarahi sang pria sebagai tanda ketidak-senangannya atas hasil pekerjaannya itu, ia melihat adiknya dari jauh bergegas keluar dari rumahnya menghampiri mereka berdua mendekati jembatan tersebut. Sambil membentangkan kedua tangannya, sang adik berkata: “Kakak, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku tidak menyenangkan padamu. Maafkan aku.” Sang Kakak pun langsung menghampiri sang adik yang tengah berada di tengah jembatan. Dengan terharu ia memeluk adiknya dan menyesali niatnya yang hendak melupakan adiknya itu. Mereka saling memaafkan dan berpelukan.

Melihat kejadian itu, sang pria langsung membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. Namun sang Kakak langsung menghentikannya dan memintanya untuk tinggal beberapa hari lagi karena masih banyak pekerjaan untuk dikerjakan. Namun sang pria menjawab: “Sesungguhkan aku masih ingin tinggal beberapa hari lagi di sini. Namun masih banyak ‘jembatan’ yang harus aku selesaikan di luar sana.” Sang Kakak pun tak dapat menghalangi, dan sang pria pun berlalu meninggalkan mereka berdua yang telah kembali saling mencintai sebagai saudara dan keluarga.

Ketika manusia yang satu berusaha membina hubungan baik dengan manusia yang lain, iblis tidak menyukainya karena ada kasih di situ. Iblis selalu saja dapat menemukan ruang dan celah untuk menanamkan kebencian. Namun dalam cerita di atas Tuhan berpesan, ibarat sang pria pembuat jembatan, Ia datang ke dunia untuk ‘menjembatani’ hubungan kita yang telah rusak, memulihkan dan menyempurnakan relasi yang tidak baik menjadi penuh kasih. Hanya dengan jembatan Kasih dan jembatan Maaf sebuah relasi dapat dipulihkan.

Tags:

Comments are closed

Latest Comments