Roti yang Terpecah-pecah

Sebagai paroki etnik, KKI Melbourne beroperasi di berbagai daerah untuk mencakup kondisi geografis domisili umat yang cukup besar di 'Greater Melbourne area'. Halaman ini digunakan untuk memberikan lokasi dan waktu perayaan Ekaristi berbahasa Indonesia.

Oleh Thomas Rizal

Hari Minggu Prapaskah II, tanggal 25 Februari di gereja Box Hill, merupakan saat yang penuh makna bagi saya. Saya bertugas sebagai prodiakon bersama Om Agus Santosa, dan setelah misa selesai, sebuah peristiwa tak terduga membawa saya pada pemahaman yang lebih dalam akan kasih dan kuasa Tuhan.

Bacaan pada hari Minggu itu mengisahkan tentang Transfigurasi Kristus, di mana Yesus dimuliakan di atas gunung, wajah-Nya bersinar-sinar, dan terlihat berbicara dengan Musa dan Elia.

Transfigurasi artinya: ‘a complete change of form or appearance into a more beautiful or spiritual state’

Di tengah homili yang disampaikan oleh Pater Trinold, saya mencoba membayangkan peristiwa tersebut. Ini merupakan salah satu puncak spiritualitas Kristus yang hanya dialami dan dilihat oleh kedua murid-Nya, Petrus dan Yohanes.

Namun, saya pribadi belum pernah merasakan pengalaman visual yang sama dalam menyaksikan kehadiran Tuhan. Melihat pengalaman orang lain, seperti yang disampaikan Dena mengenai pengalamannya di acara KRK, saya merasa terkesan namun juga merasa tertantang. Tetapi, saat itu, saya menahan diri untuk bertanya lebih lanjut kepada Om Agus yang duduk di samping saya, karena kami berada dalam momen sakral misa.

Namun, Tuhan, dalam kebaikan-Nya, menjawab pertanyaan dan keingintahuan saya tentang peristiwa transfigurasi itu dengan cara yang tak terduga.  Ketika saya membagikan komuni kepada umat, sebuah pengalaman spiritual terjadi di hadapan mata saya.

Saat membagikan hosti kepada umat, saya melihat roti yang terpecah-pecah, hosti yang dipatahkan dari hosti besar oleh pastor pada awalnya. Namun, di bawahnya, terdapat hosti-hosti kecil yang tertutup. Kemudian, ketika Om Agus kehabisan hosti, saya memberikannya sebagian hosti dari piala saya.  Namun, kembali keheranan saya, saat membagikan hosti kepada umat, jumlahnya tidak berkurang begitu saja. Saya mulai membagi satu hosti menjadi dua atau tiga bagi umat, namun masih tersisa banyak. Bahkan setelah antrian komuni selesai, masih tersisa lumayan banyak hosti, yang kemudian saya bagikan kepada umat yang duduk di depan.  Beberapa mendapatkan tiga atau lebih, yang terdiri dari potongan yang bulat sempurna, segitiga, atau yang pecah-pecah.

Barulah saat itu saya menyadari bahwa Tuhan telah menjawab pertanyaan dan keraguan saya langsung, dalam momen yang penuh keterkejutan.

Dari pengalaman itu, saya mengambil beberapa pelajaran berharga.

Pertama, terpecah-pecah adalah puncak kasih

Dalam kitab 1 Korintus 11:24, kita melihat gambaran bagaimana Yesus Kristus memecah-mecahkan roti saat Perjamuan Kudus, sambil menyatakan, “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!

bahwa Tuhan yang dimuliakan di atas gunung dua ribu tahun lalu adalah Tuhan yang sama yang hadir bagi kita semua hari ini dalam wujud-Nya yang kudus di dalam Ekaristi. Roti yang terpecah-pecah menjadi simbol tubuh-Nya yang dipecahkan bagi kita, seperti halnya di Perjamuan Kudus, memperlihatkan kasih-Nya yang tak terbatas.

Dalam tindakan sederhana memecahkan roti, Yesus memberikan perumpamaan tentang pengorbanan-Nya bagi umat manusia. Roti yang terpecah-pecah menjadi simbol tubuh-Nya yang diserahkan bagi kita sebagai pengampunan dan keselamatan.

Pertama-tama, mari kita renungkan betapa luar biasanya pengorbanan Kristus bagi kita. Kehadiran-Nya di dunia ini bukanlah kebetulan, melainkan kehendak Bapa yang mengorbankan Anak-Nya yang tunggal, agar kita dapat ditebus dari dosa dan hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Dengan penuh kasih, Yesus rela memecahkan diri-Nya seperti roti, menyerahkan hidup-Nya bagi kita semua. Ini adalah puncak dari cinta-Nya yang tiada tara.

Kedua, Berbeda-beda tapi tetap mengasihi melayani satu sama lain

Tidak hanya dalam Perjamuan Kudus, konsep roti yang terpecah-pecah juga mencerminkan kenyataan hidup kita sehari-hari.

Kita sebagai umat Kristiani dapat diibaratkan sebagai hosti-hosti yang berbeda bentuknya. Ada yang bulat sempurna, ada yang segitiga, atau ada juga yang pecah-pecah. Namun, Tuhan menyatukan kita semua dalam satu piala yang sama. Dengan segala perbedaan yang ada di antara kita, Tuhan tetap menyatukan kita dalam persekutuan-Nya.

Pada tingkat individual, kita mungkin mengalami perasaan terpisah atau terasing. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan, mulai dari konflik interpersonal hingga perbedaan pandangan dan nilai. Namun, perpecahan seperti ini justru meniadakan kekuatan kita sebagai tubuh Kristus. Ketika kita memilih untuk terpisah, kita mengurangi kemampuan kita untuk memberi dan menerima dukungan dari sesama percaya. Roti yang terpecah-pecah dalam kehidupan kita pribadi mengingatkan kita bahwa kita tidak bisa hidup dalam isolasi. Kita adalah satu tubuh, satu keluarga dalam Kristus.

Contoh-contoh kehidupan nyata dari konsep ini dapat ditemukan di mana saja. Ketika seorang teman atau anggota keluarga mengalami kesulitan finansial, kita dapat menyumbangkan waktu, uang, atau sumber daya untuk membantu mereka melewati masa sulit tersebut. Ketika seseorang merayakan pencapaian atau kebahagiaan, kita turut bersukacita dengan mereka, memberikan dukungan dan dorongan.

Tapi, tidak selalu mudah untuk mempraktikkan persatuan seperti ini. Terkadang, ego dan kesombongan membutakan kita terhadap panggilan untuk saling membantu. Kita mungkin lebih memilih untuk menyalahkan orang lain daripada berusaha memperbaiki situasi atau konflik. Namun, ketika kita memilih untuk tetap terhubung, memperhatikan satu sama lain, dan saling melayani, kita menunjukkan kasih Kristus kepada dunia.

Ketiga, Persatuan menjadi berkat dan diberkati

Kitab 1 Korintus 12:25-27 menunjukkan bahwa kita semua adalah bagian dari tubuh Kristus, dan setiap anggota memiliki peranannya masing-masing. Ketika satu anggota menderita, seluruh tubuh merasakan penderitaannya; ketika satu anggota dihormati, seluruh tubuh bersukacita. Analogi ini menggambarkan bahwa kita saling terkait satu sama lain dalam Kristus.

Dalam 1 Korintus 12:27, kita juga diingatkan bahwa “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.” Ini adalah panggilan kita sebagai pengikut Kristus: untuk menyatukan diri kita dalam kasih, untuk saling mendukung, dan untuk menjadi saksi kasih-Nya bagi dunia. Mari kita bersama-sama memperpanjang tangan kita kepada sesama, memecahkan roti kasih, dan memperkuat tubuh Kristus di dunia ini.

Dan Ketika kita Bersatu dalam komunitas ini, kasih Tuhan begitu melimpah, hingga terasa tidak ada habisnya. Ketika saya melihat masih banyak hosti yang tersisa, saya mengerti bahwa kasih Tuhan selalu berlimpah bagi setiap orang yang datang kepada-Nya dengan iman.

Pada hari itu, Tuhan memberikan kesadaran akan kehadiran dan kasih-Nya di tengah-tengah hidup saya, pada hari di mana Dia sendiri berubah wujud dan dimuliakan.

Semoga pengalaman iman ini menjadi pengalaman iman bagi kita semua, mengingatkan bahwa Tuhan selalu hadir secara nyata dalam setiap potongan roti yang terpecah-pecah, yang walaupun berbeda-beda adalah dari roti yang satu dan sama dan mengupayakan persatuan dalam setiap momen kehidupan kita dengan melayani dan mengasihi satu sama lain dalam kepenuhan berkat dan rahmat-Nya.

Doa: Ya Tuhan Yang Maha Pengasih, Terima kasih atas kasih dan pengorbanan-Mu yang tidak terbatas. Engkau telah memecahkan roti kasih bagi kami, sehingga kami dapat hidup dalam persekutuan dengan-Mu dan satu sama lain. Bimbinglah kami untuk selalu mengutamakan persatuan dalam segala hal, untuk memperhatikan satu sama lain dengan kasih, dan untuk membangun tubuh Kristus di dunia ini. Kirimkan Roh-Mu yang Kudus untuk memberkati setiap tindakan dan kata kami, sehingga kami dapat menjadi saksi kasih-Mu yang hidup. Amin.

Tags:

Comments are closed

Latest Comments