Oleh Rev. Albertus Herwanta, O. Carm
Mungkinkah hidup bersama tanpa kata-kata dan berbicara? Sulit dibayangkan. Andaikan ada, tentu diwarnai dengan ketegangan yang aneh. Bacaan hari ini berisi tentang kata dan berbicara. Kitab Sirakh mengingatkan kita tentang berbicara dalam kaitannya dengan diri kita.
Pertama, kekurangan seseorang terlihat ketika dia mulai berbicara (Sirakh 27:4). Kedua, seseorang diuji oleh percakapannya (Sirakh 27:5). Ketiga, perasaan seseorang dapat dideteksi dari apa yang dia katakan (Sirakh 27:6). Terakhir, jangan memuji seseorang sebelum dia berbicara (Sirakh 27:7). Apa yang kita katakan dan bagaimana mengatakannya itu menentukan siapa kita?
Ini tidak berarti bahwa kita mesti tutup mulut sepanjang hidup. Jika itu pesannya, itu bertentangan dengan perintah Yesus kepada murid-murid-Nya, “Pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada semua makhluk” (Markus 16:15).
Pesan ini mengingatkan kita bahwa kita perlu berhati-hati dalam berbicara. Pertimbangkanlah dengan bijak dan pikirkanlah dengan mendalam sebelum berbicara. Yesus mengatakan, “Bukan apa yang masuk ke dalam mulut seseorang yang membuatnya najis, melainkan apa yang keluar dari mulut; itulah yang membuat seseorang najis” (Matius 15:11). Dia juga bersabda, “Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari kebaikan yang tersimpan di dalam hatinya, dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari kejahatan yang tersimpan di dalam hatinya” (Lukas 6:45).
Orang Kristen mesti berbicara, karena dipanggil untuk memberitakan Injil. Namun, kita tidak bisa memberitakan Injil tanpa percaya pada apa yang tertulis di dalamnya. Kita hanya menjadi pewarta Yesus Kristus dan misi kasih-Nya jika hidup sesuai dengan ajaran-Nya. Kita perlu hidup bersama dengan Yesus dan mengikuti teladan-Nya. Kita tidak bisa memberikan Yesus kepada orang lain tanpa memiliki-Nya lebih dulu.
Penting, kita memberikan kesempatan bagi Yesus untuk tinggali di dalam hati kita. Biarkan Dia mengisi hati kita dengan kasih dan belas kasihan-Nya. Biarkan Dia membimbing hati kita dengan terang-Nya. Jika hati kita dipenuhi dengan kasih dan terang Yesus, mata kita akan memiliki terang. Kita tidak buta. Jika hati kita dipenuhi dengan kebaikan dan belas kasihan-Nya, kita menjadi pohon yang baik dengan buah yang baik (Lukas 6:43-45). Kita akan berbicara dari kelimpahan hati kita (Lukas 6:45).
Apakah hati kita dipenuhi dengan kasih dan kebaikan Allah? Bacaan hari ini tidak mendorong kita untuk diam. Sebaliknya, mendorong kita untuk menjadi orang yang berbicara secara bijak dan baik; menjadi pewarta Kristus yang menyampaikan kata-kata yang menghibur dan menguatkan.
Minggu lalu, Yesus memerintahkan agar kita memberkati orang-orang yang mengutuki kita (Lukas 6:28). Di dunia yang penuh persaingan, kebencian, balas dendam, konflik, dan perang, itu sulit diwujudkan. Kita sering kali tergoda untuk mengisi hati kita dengan berbagai perasaan negatif dan pikiran destruktif. Karena itu, kita perlu bersandar pada Allah.
Dalam suratnya kepada jemaat Korintus, Santo Paulus mengingatkan kita bahwa kita perlu selalu memperbaiki diri dalam pekerjaan Tuhan. Dengan bersandar pada Tuhan, karya kita tidak pernah sia-sia. Semoga kita menjadi pewarta Kristus yang sejati.
Comments are closed