Oleh Julianto Siaril
Yohannes 6: 15 Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung seorang diri.
Apabila itu terjadi pada kita, apakah kita mau menyingkir dan kemudian mencari lahan baru untuk pelayanan? Meninggalkan segala kemegahan dan kegemilangan yang ada didepan mata.
Sebagai manusia yang tidak sempurna, kelompok yang berkarya, yang terpanggil melakukan pelayanan sering sulit melepaskan diri dari motivasi pribadi. Dan itu wajar wajar saja. Tanpa motivasi itu, sulit karya dan pelayanan dapat hadir untuk dinikmati khalayak ramai.
Motivasi diarahkan oleh harapan. Apakah harapan itu? Harapan mencerminkan keinginan untuk diakui dan mungkin di hargai. Harapan agar pelayanan kita, karya cipta kita, diterima dengan suka cita.
Ketika pujian diterima, ada rasa kesenangan. Terkadang kesenangan itu menjadi berlebihan, kita terlena dengan pujian dan menjadi sombong. Sebaliknya, ketika pujian yang diharapkan tidak datang, timbul kekecewaan dan kesedihan. Akibatnya kita sering di cap orang yang tidak tulus dalam berkarya atau pelayanan.
Bagaimana dengan mereka yang tidak berkarya, orang yang hanya menerima pelayanan, yang duduk manis saja. Kita sering menjumpai mereka pelit mengapresiasi, banyak kritik dan subjektif. Ada sifat cemburu dan iri hati yang sering melatar belakangi dasar sikap dan tindakan mereka. Melihat orang sanggup berkarya sedangkan saya tidak, orang aktif pelayanan saya tidak. Orang yang melakukan pelayanan mendapat perhatian dan pujian menimbulkan kecemburuan dan iri hati.
Seperti orang orang farisi dan Saduki yang iri dan dengki melihat Yesus di elu elu kan. Yang dikagumi karena mujizat mujizat yang dilakukanNya. Orang farisi dan saduki terus menuntut mujizat mujizat baru tanpa pernah menghargai apa yang sudah dilakukan Yesus.
Tanpa disadari ada unsur kalah yang tidak bisa diterima. Ego kita terusik. Dan itu bisa menjadi penghalang untuk menghargai karya orang lain. Menjadi bias karena iri dan cemburu. Tidak melihat hasil karyanya, perbuatan atau pelayanan nya lagi, karena tertutup perasaan kedengkian dan iri hati.
Harusnya kita berusaha meneladani Yesus seperti kutipan injil diatas. Ketika orang orang melihat mujizat penggandaan roti dan ikan yang telah diadakan, mereka telah siap memberikan segala kemuliaan kepada Dia, mengangkatNya sebagai raja. Tapi apa yang Yesus lakukan, Yesus menyingkir ke gunung seorang diri. Apa yang bisa kita teladani dari Yesus, adalah pelayanan yang penuh belas kasih dan tulus. Bukan dengan motivasi untuk dihargai dan menerima imbalan. Sebagai manusia yang punya keegoan, hal ini memang sulit kita lakukan. Makanya kita perlu berlatih rendah diri yang terus menerus. Hanya dengan kerendahan hati, ketulusan terjadi. Sifat sombong dan haus pujian dapat dikelola dengan baik.
Bagaimana dengan yang selalu menuntut tanda? Yang hanya mencari kesukaanku, kesenanganku, seleraku, seperti kaum farisi dan saduki. Kepada tipe inipun perlu kerendahan hati. Hanya dengan kerendahan hati, perasaan iri hati dan cemburu juga dapat di kelola dengan baik. Apabila rendah hati, hati menjadi sukacita, menerima karya pelayanan orang, sebagai kelebihan dari kita. Kita bisa lebih jernih melihat karya pelayanan orang lain dan buah hasilnya bukan dengan embel embel yang melatar belakangi. Dengan begitu apresiasi akan mengalir dengan sendirinya.
Sombong bertolak belakang dengan iri hati. Mereka yang berkarya dekat dengan kesombongan. Mereka yang tidak berkarya dekat dengan iri hati. Dua duanya membutuhkan siraman kerendahan hati.
Other reference:
Orang farisi dan saduki meminta tanda: matius 16:1-4 mrk 8:11-13