Oleh Petter Sandjaya
Beberapa minggu yang lalu pada waktu saya dan keluarga hadir dalam misa 21 Januari 2024 di gereja lokal, bacaan pertama waktu itu membuat saya tertegun. Bacaannya diambil dari Yunus 3:1-5, 10, yakni tentang Yunus yang mengabarkan kepada penduduk Niniwe bahwa dalam 40 hari Allah akan menunggang-balikkan Niniwe.
Kita tahu bahwa kisah Yunus sebelum akhirnya ia memperingati penduduk Niniwe untuk bertobat, Yunus mangkir dan malahan pergi ke Tarsis, yang justru bertolak jauh dari Niniwe. Saya sempat bingung sebenarnya. Kenapa seorang nabi tidak menginginkan pertobatan dari sebuah negeri, bahkan sudah mendapat titah dari Tuhannya pun masih saja tidak mengusahakannya. Kan nabi orang suci, umat pilihan Allah, mengapa tidak menginginkan kebaikan terjadi di bumi?
Setelah saya googling, ternyata Niniwe ini memang kota besar dan hebat seperti yang sudah dijelaskan di kitab Yunus 3:3b, yang merupakan ibukota dari sebuah kerajaan bernama Asyur. Sangkin hebatnya, negeri inilah yang mengalahkan Israel, dan penduduknya dibuang ke Babel dan Asyur, yang merupakan bagian dari strategi perang Kerajaan Asyur untuk menghindari terjadinya kudeta dari setiap negeri yang baru saja ditaklukkan.
Di sinilah awal kebencian Yunus pada penduduk Niniwe yang adalah orang-orang yang menindas suku Israel di pembuangan. Dalam masa pembuangan itu, Tuhan justru malah meminta Yunus untuk memperingati penduduk Niniwe untuk bertobat. Udah gila? Yunus tahu bahwa Allahnya ini akan mengasihi dan memaafkan penduduk Niniwe apabila mereka bertobat, makanya Yunus kabur karena dia ingin melihat penduduk Niniwe dibunuh hingga hatinya akan puas.
Kisah ini mengingatkan saya pada seorang teman yang tinggal di Bekasi. Sebut saja namanya Hary. Sebelum ibunya meninggal karena gagal ginjal, ibunya berpesan kepada Hary untuk aktif dan terlibat di pelayanan gereja. Hary ini termasuk orang yang religius karena selain punya hati untuk membantu siapa saja yang menurutnya butuh pertolongan, Hary pun selalu mencari tahu kebenaran akan firman Tuhan. Cuma 1 yang Hary sampai detik ini tidak ada hati untuk melakukannya, yaitu melaksanakan pesan ibunya, pelayanan di gereja.
Menurutnya, dia tidak akan mampu melewati hari-hari pelayanan bersama orang-orang gereja yang isinya hanya gosip, pamer kekayaan, dan menjelekkan satu sama lain. Pelayanan jadi ajang mempopulerkan diri sendiri, haus pujian, haus kekuasaan, bahkan tidak jarang yang menghalalkan kebohongan demi mendapat respek dari orang lain. Dan Hary ga bisa mengontrol dirinya kalau tidak suka sama orang lain. Jadi menurutnya daripada jadi batu sandungan, mendingan ga usah pelayanan aja.
Mirip sekali dengan Yunus yang benci dengan orang-orang Niniwe, bahkan menginginkan kematian mereka, namun Tuhan mengasihi Niniwe. Begitupula Hary, beberapa tahun setelah kematian ibunya pun dia masih belum bisa melangkahkan kakinya untuk pelayanan bersama ciptaan Tuhan yang dia benci. Makin dipikirkan, makin gusarlah dia, makin merasa tidak sempurna dan kurang lengkap hidupnya selama ini. Entah sugesti atau memang Tuhan bekerja pada hati Hary.
Inilah tanda-tandanya umat yang digiring dan diperdulikan oleh Allah. Mereka akan selalu merasa gusar akan apa yang mereka lihat dan rasakan di kehidupan, karena tidak sesuai dengan kata hati mereka. Seandainya saja kita dapat melihat, bahwa kita semua ini orang sakit (dosa). Tidak cuma umat yang pelayanan di gereja, bahkan pasturnya pun berpenyakit. Untuk itulah kita, orang yang berpenyakit ini, ikut pelayanan di gereja. Selain untuk melayani umat yang membutuhkan pertolongan, kita juga melayani pelayan-pelayan yang berpenyakit itu. Karena, dimanakah posisi kita sampai berhak menstempel bahwa kita tidak bisa bergaul dengan orang-orang sakit ini? Seperti perlakuan orang-orang Israel jaman dulu terhadap para pengidap kusta, ya kan? Hanya karena Tuhan pernah menandai orang berdosa dengan penyakit kusta, bukan berarti mereka yang tidak berkusta adalah orang tidak berdosa. Namun mereka yang tidak kusta malah memperlakukan orang kusta seolah mereka sendiri bersih dan suci.
Di akhir cerita kitab Yunus, kita tahu bahwa Tuhan menumbuhkan pohon Jarak untuk menghibur Yunus karena amarahnya pada Tuhan yang ingin mengampuni Niniwe. Yunus senang dan terhibur karena pohon Jarak itu. Namun keesokan harinya pohon Jarak itu layu dan mati. Yunus langsung lesu dan berharap mati. Kata Tuhan:
“Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun engkau tidak berjerih payah… Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe… yang tidak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri?”
Akhir kata, inilah pesan yang bisa saya sampaikan. Tuhan menaruh kasih pada mereka yang: sakit, mau sembuh, sedang berusaha sembuh, bahkan yang tidak tahu kalau dia sakit. Kenapa kita di level yang sama ini, malah hendak berperan melebihi sang empunya hidup?
Yuk, merenung…
Comments are closed